Ariswahyu37 –
Perilaku korup masih merajalela di Indonesia. Buktinya, Indonesia masih berada
di papan bawah peringkat indeks persepsi korupsi (IPK) dunia bahkan ASEAN, yang
dirilis Transparency International (TI).
Indonesia berada di peringkat
118 dari 176 negara di dunia. Sementara untuk kawasan regional ASEAN,
Indonesia hanya berada di atas Laos di peringkat 160,Vietnam (123),dan Myanmar
(172).IPK yang dibuat TII merupakan gabungan indeks persepsi korupsi dari
banyak lembaga survei di dunia, dengan berbagai macam indikator yang digunakan
untuk membandingkan antarnegara. Sekretaris Jenderal Transparency International
Indonesia (TII) Natalia Soebagjo menjelaskan, metodologi pengukuran IPK tahun
ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
Tahun ini TI menggunakan sumber data di antaranya dari
Bertelsman Foundation Suistainable Government Indicators, Political and
Economic Risk Consultancy,dan Transparancy International Bribe Payer
Survey.Tahun lalu Indonesia berada di peringkat 110 dengan skor 3. ”Namun,
peringkat tahun lalu tidak bisa dibandingkan dengan rangking tahun ini, karena
metode yang berbeda. Jadi, tidak bisa kita bilang peringkat Indonesia turun
atau naik.Tapi yang pasti Indonesia masih berada di jajaran bawah,”tutur
Natalia.
Dengan metode baru, peringkat Indonesia bahkan di bawah
negara Timor Leste yang berada di peringkat 113 dengan skor 33. Indonesia yang
memiliki skor IPK 32, sejajar dengan Republik Dominika, Ekuador,Madagaskar,dan
Mesir.” Skor 32 menunjukkan bahwa Indonesia masih belum dapat keluar dari situasi
korupsi yang sudah mengakar,” ujarnya di Jakarta kemarin.
Natalia memaparkan, kondisi saat ini masih belum mendukung
pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal itu tampak dari belum adanya reformasi
di tubuh kepolisian dan kejaksaan, masih adanya pelemahan terhadap lembaga
antikorupsi, serta masih adanya kasus-kasus besar yang hingga kini belum tuntas
penyidikannya. Karena itu,TII mendorong agar penyidikan dan penindakan
kasus-kasus berskala besar dituntaskan.
Kemudian, peningkatan kemandirian dan kredibilitas kejaksaan
dan kepolisian serta pengadilan dalam menangani kasus korupsi terus
ditingkatkan.Artinya tiga lembaga tersebut, selain dilarang keras menerima
suap,juga tidak boleh terintervensi dengan kekuatan politis yang ada. ”Lalu
pelemahan terhadap KPK harus dihentikan,pelayanan publik dan perizinan usaha
harus dipermudah,”kata Natalia.
Tahun lalu pemerintah menargetkan pada 2014, skor IPK
Indonesia mencapai 5. Natalia membeberkan, pemerintah sudah seharusnya merevisi
target itu karena selain metodenya berbeda, target itu dirasakan tidak
realistis.Menurut Natalia,pada metode yang lama untuk meningkatkan 10 poin skor
saja diperlukan waktu 10 tahun.”Untuk itu,memang pemerintah perlu merevisi
target,”tandas dia.
Metode baru dalam penyusunan peringkat IPK tahun ini
memungkinkan perbandingan antarwaktu dengan melakukan agregasi terhadap skor
dari indeks-indeks sumber, dan bukan melakukan agregasi terhadap skor urutan
dari negaranegara pada indeks sumber. Dengan metode lama, perubahan skor antar
tahun sebuah negara bisa disebabkan karena perubahan yang terjadi di negara
lain dan bukan karena perubahan di negara itu sendiri.
Hal ini menyebabkan skor suatu negara tidak bisa
diperbandingkan antar tahun. ”Dengan metode yang baru, skor antar tahun suatu
negara dapat diperbandingkan, sehingga perubahan skor tersebut bisa
diinterpretasikan sebagai representasi perbaikan atau kelemahan usaha
pemberantasan korupsi,”beber Natalia. Pada metode lama, rentang indeks IPK
adalah 0–10 dengan perincian 0 dipersepsikan sangat korup dan 10 berarti sangat
bersih.
Sementara metode baru skala skor adalah 0–100 dengan 0
diartikan sangat korup dan 10 sangat bersih. IPK tahun ini menempatkan
Denmark,Finlandia,dan Selandia Baru negara dengan skor tertinggi (90). Lalu
disusul Swedia (88),Singapura (87).Sedangkan yang terbawah adalah Somalia
(8),Korea Utara (8),Afghanistan (8), Sudan (13), dan Myanmar (15).Di ASEAN,
Singapura menjadi yang tertinggi.
Negeri Singa itu berada di peringkat 5 dengan skor 87.lihat
grafis. Pelaksana Harian Deputi Polhukam Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas) Slamet Sudarsono menjelaskan, pemerintah terus mengoptimalkan sistem
integritas nasional( SIN) dalamupaya pemberantasan korupsi. SIN melibatkan
legislatif,eksekutif,yudikatif, partai politik,lembaga pengawas, media,
masyarakat sipil, dan sektor swasta.
”Urgensinya saat ini adalah kurangnya independensi antar
pilar dalam upaya pemberantasan korupsi, perlunya peningkatan komitmen pimpinan
di setiap level dan pemberantasan korupsi terlalu mengandalkan penegak hukum,”
papar Slamet. Direktur Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi Giri
Suprapdiono mengatakan seharusnya Indonesia memiliki kemauan kuat bisa
memberantas korupsi sampai ke akarnya. IPK tahun ini, kata Giri, memperlihatkan
bahwa Indonesia mengalami kemunduran dalam pemberantasan krisiandi sacawisastra_korupsi.
src ariswahyu37_punya-magna