Baru baru Norton merilis laporan berjudul
Norton Cybercrime Report: The Human
Impact, yang menceritakan Kejahatan Dunia Maya. Untuk Indonesia Saat ini
kejahatan cyber di Indonesia telah menyerang setidaknya 86% pengguna internet.
Angka tersebut didapatkan dari hasil survei secara daring yang dilakukan salah
satu firma riset The Leading Edge atas nama Symantec Corporation pada April
2010.
Contoh kecil yang paling sering adalah,
pembajakan Account Facebook yang kemudian di salahgunakan untuk menipu salah
satu temannya. Satu dari dua (45%) korban kejahatan cyber di Indonesia tidak
pernah menyelesaikan secara tuntas kejahatan cyber yang mereka alami. Ini salah
satu penyebab sulitnya membongkar kejahatan dunia maya.
Sebagai responden ialah 499 orang dewasa di
Indonesia, dengan proporsi gender lakilaki:perempuan ialah 6:4.
Lantas apa saja yang di sebut CyberCrime, yaitu yang paling sering
adalah penipuan kartu kredit, hacking, pelecehan, pencurian identitas, penipuan
termasuk penipuan lotre atau lowongan pekerjaan, ajakan melakukan hubungan
seksual, phishing yang semuanya dilakukan secara daring, serta penyebaran virus
atau malware. Untuk menindak kejahatan tersebut, ternyata butuh Biaya mahal
yang akan membeludak akibat tingginya ongkos yang diperlukan untuk menindak
pelaku kejahatan cyber, baik dari segi waktu dan finansial.
Dari survei tersebut, jika dirata-ratakan, waktu
yang diperlukan korban di Indonesia untuk memperoleh penyelesaian kasusnya
adalah 36 hari dengan biaya yang dihabiskan rata rata sebesar Rp11.558.945
(US$1,265).
Jadi, ya memang sangat wajar jika korban
enggan melaporkan kerugian mereka. Para penjahat cyber sangat cerdik membuat
kejahatan di dunia maya terlihat sepele. Yang ada, sebagian besar korban akan
merasa akan ditertawakan penegak hukum jika mereka melaporkannya, Apalagi
regulasi juga tidak mendukung.
Hampir tak ada polisi yang mau mengurusi
kehilangan uang Rp ribu20-Rp30 ribu dalam penipuan di dunia maya.
Pakar krimonologi UI, Erlangga Masdiana,
merujuk kasus kejahatan internet di Indonesia pada 2004. Waktu itu, jumlah
penyelesaian kasus kejahatan cyber sangat minim, meski Indonesia memiliki kasus
kejahatan internet tertinggi di dunia.
“Penyebabnya mulai keterbatasan pemahaman cybercrime di aparat penegak hukum, minimnya dana pelatihan bagi pene gak hukum, tidak adanya laboratorium forensik komputer, citra lembaga peradilan yang buruk, sampai rendahnya tingkat kesadaran untuk melaporkan kejahatan tersebut,” paparnya.
“Penyebabnya mulai keterbatasan pemahaman cybercrime di aparat penegak hukum, minimnya dana pelatihan bagi pene gak hukum, tidak adanya laboratorium forensik komputer, citra lembaga peradilan yang buruk, sampai rendahnya tingkat kesadaran untuk melaporkan kejahatan tersebut,” paparnya.
Erlangga menekankan perlunya meningkatkan
keahlian penegak hukum di bidang kejahatan cyber, bukan semata regulasi.
Mendunia Tak hanya di Indonesia, kejahatan
cyber telah menjadi ancaman mendunia yang serius. Menurut data dari FBI,
penjahat cyber saat ini berhasil menghasilkan uang lebih banyak daripada
pengedar narkoba. Mereka menghasilkan sekitar US$720 ribu per tahunnya.
Angka tersebut memungkinkan untuk diraih,
mengingat cara operasi para penjahat cyber tersebut layaknya organisasi
profesional. FBI memperkirakan adanya penerapan pola dan manajemen ala
perusahaan modern dalam organisasi kejahatan cyber yang membuatnya lebih
produktif.
Misalnya pekan lalu, ketika kejahatan
internet dengan kerugian jutaan dolar berhasil dibongkar di AS dan Inggris.
Kejaksaan federal di New York, menyatakan
memiliki sejumlah bukti yang mengkaitkan 60 orang dengan penarikan
rekening-rekening bank di Amerika Serikat senilai US$3 juta. Para pelaku yang
sebagian besar warga Rusia dan Eropa Timur tersebut diduga menggunakan virus
Zeus Trojan untuk memasuki dan membobol rekening-rekening perorangan dan
perusahaan di Amerika Serikat. Para peretas tersebut kemudian mentransfer `uang
curian’ ke rekening-rekening bank yang dibuat komplotan mereka. Uang itu
kemudian ditarik secara tunai untuk dibawa kembali ke Eropa.
“Mouse dan keyboard bisa jauh lebih efektif
daripada senjata dan masker,” ucap pejabat kejaksaan AS, Preet Bharara.
Di pekan yang sama, Inggris berhasil melacak
US$49,5 juta yang raib dari beberapa rekening bank di Inggris. Polisi London
Raya mengatakan setidaknya 19 orang diduga menggunakan virus komputer untuk
menjiplak kata kunci dan data pribadi lain. Dengan modus pencucuian uang yang
mirip di AS, para peretas tersebut mentransfer jutaan dolar ke sebuah rekening
palsu. Proteksi Menurut Regional Consumer Product Marketing Manager of Symantec
Asia Pacific David Hall, salah satu cara terbaik menghindarkan diri menjadi
korban kejahatan di dunia maya adalah dengan melakukan proteksi selama kita
beraktivitas di dunia maya. Proteksi tersebut, dapat menyulitkan penjahat dunia
maya melakukan aksinya, misalnya menggunakan Software Antivirus atau Sekuriti
Internet, walau itu gak menjamin 100 Persen.