apakah hukumnya
menggunakan parfum yang beralkohol?
Parfum beralkohol adalah setiap parfum yang mengandung
alkohol (etanol). Banyak orang mengira kadar alkohol dalam parfum lebih sedikit
dibanding kadar parfum murninya. Padahal faktanya kadar alkoholnya lebih
banyak. Menurut Al-Dhumairi, umumnya kadar parfum murninya hanya 10 % sedang
kadar alkoholnya 90 %. Paling banyak kadar parfum murninya hanya sekitar 25 %.
Jadi, sebutan yang tepat sebenarnya alkohol berparfum, bukan parfum beralkohol.
(Abu Malik Al-Dhumairi, Fathul Ghafur fi Isti’mal Al-Kuhul Ma’a al-‘Uthur,
hal. 14-15).
Para ulama berbeda pendapat mengenai boleh tidaknya menggunakan
parfum beralkohol. Sebagian ulama tidak membolehkan, karena menganggap alkohol
najis. Sedang sebagian lainnya membolehkan, karena tak menganggapnya najis.
Perbedaan pendapat tentang kenajisan alkohol berpangkal pada perbedaan pendapat
tentang khamr, apakah ia najis atau tidak.
Khamr itu sendiri dalam pengertian syar’i adalah setiap
minuman yang memabukkan (kullu syaraabin muskirin) (Abdurrahman
al-Maliki, Nizhamul ‘Uqubat, hal. 25). Di masa modern kini telah
diketahui, unsur yang membuat khamr memabukkan adalah alkohol (etanol). Maka dalam
pengertian teknis kimia, khamr didefinisikan sebagai setiap minuman yang
mengandung alkohol (etanol) baik kadarnya sedikit maupun banyak. (Abu Malik
Al-Dhumairi, ibid., hal. 13).
Menurut jumhur (mayoritas) fuqaha, seperti Imam Abu Hanifah,
Maliki, Syafi’i, Ahmad, dan Ibnu Taimiyah, khamr adalah najis. Namun sebagian
ulama, seperti Imam Laits bin Sa’ad, Muzani, dan Rabi’ah Al-Ra`yi, menganggap
khamr itu suci, tidak najis. (Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa
Adillatuhu, 1/260 & 7/427; Imam Al-Qurthubi, Ahkamul Qur`an,
3/52; Abdurrahman al-Jaziri, Al-Fiqh ‘Ala Madzahib al-Arba’ah, 1/18).
Ulama yang menganggap khamr najis antara lain berdalil
dengan ayat (artinya),“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
(meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah adalah perbuatan keji (rijsun) termasuk perbuatan syaitan.” (QS
Al-Ma`idah : 90). Ayat ini menunjukan kenajisan khamr, karena Allah SWT
menyebut khamr merupakan rijsun, yang berarti najis. Karena itu, menurut
ulama Hanafiyah pakaian yang tersiram khamr seukuran koin dirham tidak boleh
digunakan sholat karena dianggap terkena najis. (Wahbah Zuhaili, ibid.,
7/427).
Namun ulama yang menganggap khamr tak najis membantah
pendapat tersebut. Menurut mereka kata rijsun dalam ayat tersebut
artinya adalah najis secara maknawi, bukan najis secara hakiki. Artinya khamr
tetap dianggap zat suci, bukan najis, meskipun memang haram untuk diminum.
Karena zat yang haram tak selalu najis, meski zat yang najis pasti haram. (Tafsir
Al-Manar, 58/7; Imam Shan’ani, Subulus Salam, 1/36; Sayyid Sabiq, Fiqih
As-Sunnah, 1/19).
Adapun menurut kami, yang rajih adalah pendapat jumhur bahwa
khamr itu najis. Dalilnya memang bukan ayat tentang khamr (QS Al-Ma`idah : 90),
namun hadits Nabi SAW dari Abu Tsa’labah Al-Khusyani RA. Dia pernah bertanya
kepada Nabi SAW,”Kami bertetangga dengan Ahli Kitab sedang mereka memasak babi
dalam panci-panci mereka dan meminum khamr dalam bejana-bejana mereka.” Nabi
SAW menjawab,”Jika kamu dapati wadah lainnya, makan makan dan minumlah padanya.
Jika tidak kamu dapati wadah lainnya, cucilah wadah-wadah mereka dengan air dan
gunakan untuk makan dan minum.” (HR Ahmad & Abu Dawud, dengan isnad
shahih).(Subulus Salam, 1/33; Nailul Authar, hal. 62).
Hadits di atas menunjukkan kenajisan khamr, sebab Nabi SAW
tidak memerintahkan untuk mencuci wadah mereka dengan air, kecuali karena khamr
itu najis. Ini diperkuat dengan riwayat Ad-Daruquthni, bahwa Nabi SAW
bersabda,”maka cucilah wadah-wadah mereka dengan air karena air itu akan
menyucikannya.” (farhadhuuhaa bil-maa`i fa-inna al-maa`a thahuuruhaa)
(Mahmud Uwaidhah, Al-Jami’ Li Ahkam Al-Shalah, 1/45).
Kesimpulannya, alkohol (etanol) itu najis karena khamr itu
najis. Maka, parfum beralkohol tidak boleh digunakan karena najis. Wallahu
a’lam.
src punya-magna_ariswahyu37